Selasa, 21 Mei 2013

Komitmen itu mengabadikan cinta

"Anakku, jika engkau mau mengabdi kepada Tuhan, bersiapsedialah menghadapi pencobaan. Tabahkanlah dan teguhkanlah hatimu" - Sirakh 1:1-2

Dalam suatu penelitian (kompas.com) tentang hidup perkawinan, "seseorang bisa memelihara api cinta suami-istri hanya dua tahun maksimum. Setelah dua tahun, perkawinan lebih berupa "komitmen". Komitmen menandakan suatu cara dan usaha untuk terus mencintai pilihan apapun resikonya. Rasanya tidak hanya berlaku untuk hidup perkawinan saja, sebab banyak hal bisa kita renungkan demikian. Intinya, bagaimana "komitmen itu mampu mengabadikan cinta". 

Jika kurenungkan perjalanan hidupku, aku seperti hidup dalam siklus kehidupan yang terus bergulir melewati detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti bulan, dan seterusnya...semua itu harus aku alami dan lewati dengan baik agar peran kehidupanku tidak hilang ditelan waktu. Inilah komitmen. Istilah lain adalah kesetiaan.

Di dalam satu pilihan hidupku, aku harus "setia" melewati aneka macam peristiwa di dalamnya. Ada saatnya hatiku berkobar-kobar, ada saatnya melayu. Ada saatnya tertawa, ada saatnya meneteskan air mata, ada saatnya berlimpah cinta, ada saatnya berlimpah luka. Aku harus setia menjalaninya terlebih saat hatiku melayu, saat aku menangis, atau saat hidup berlimpah luka. Memang benar, kapan pun peristiwa suka, duka, tangis, tawa, jenuh, semangat bisa datang. Maka aku harus siap menyambutnya dengan hati terbuka. Seorang imam berbagi pengalaman hidupnya, "Setiap orang mempunyai perasaan apalagi berhadapan dengan suatu tugas, pekerjaan yang harus dikerjakan, semua harus beres, harus tuntas dan sempurna. Jika tidak hati-hati kita bisa jenuh dalam imamat. Maka harus siap kapan pun akan tiba saatnya jenuh itu datang...."

Tuhan, bantu aku untuk berani setia (berkomitmen) atas pilihan yang sedang kujalani.

-sgl sst ada batas, sgl sst utk Tuhan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar